Buku-buku Karya Goenawan Mohamad tentang Politik, Filosofi dan Sastra

0

Sastrawan sekaligus jurnalis pendiri Tempo yang berulang tahun ke-80 pada 29 Juli 2021, Goenawan Mohamad, menggelar pameran seni rupa bertajuk Di Muka Jendela: Enigma. Selain itu, ia juga meluncurkan buku berjudul Rupa, Kata, Objek, dan yang Grotesk.

Kurator dan penyunting buku tersebut, Hendro Wiyanto mengatakan, menyiapkan buku itu ada keinginan untuk menjelaskan pergulatan Goenawan Mohamad dalam konteks seni rupa. Seni rupa dalam artian, tak harus dimaknai dengan karya, tapi juga pikiran-pikiran, serta perbincangan tentang seni rupa.

Goenawan mengatakan pameran yang digelar saat memasuki usia 80 tahun ini merupakan upaya melanjutkan sejarah kreatif bangsa agar tidak punah. “Jadi apa yang bisa diberikan oleh mereka yang muda atau tua pada kesenian, kesenian saya atau orang lain. Yang saya kerjakan hanya melanjutkan sejarah kreatif bangsa kita supaya tidak mati,” katanya.

Pria yang akrab disapa GM ini sebelumnya juga berbicara banyak mengenai sastra dalam bukunya Seni, Politik, Pembebasan—dulunya Marxisme, Seni, Pembebasan. Dalam bab Tentang Tema dan Machiavelisme Kesusastraan, ia menuliskan perihal kekhilafan terkait kritik kesusastraan modern.

Menurutnya, kesusastraan modern memiliki analisis yang tajam yang merenggut isi dan bentuk dari karya tersebut. “Suatu kekhilafan yang menjadi parah oleh sebab kita tak mau kembali dari analisis (sebagai metode) kepada totalitas, yang kita alami sendiri dalam pertemuan pertama kita dengan karya kesusastraan itu,” tulisnya.

GM yang bergerak di Manifes Keudayaan pada tahun 1960-an, kerap menyuarakan perihal kesusastraan dan berkaitan dengan politik hingga filsafat. Terkait isi dan bentuk dalam sebuah karya sastra, ia mengatakan bahwa, sebuah penibaratan, bentuk dan isi dalam karya sastra bukanlah seperti air dan ember, bukan pula yang memperebutkan prioritas, melainkan sebuah kesatuan yang organis dan bersifat vital.

Selain buku Seni, Politik, Pembebasan, esai-esai GM juga dibuat dalam buku seperti, Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, Kita (1980), dan Eksotopi (2002). Sedangkan untuk puisi ia kumpulkan dalam bukunya Parkesit (1971), Interlude (1973), Asmaradana (1992), Misalkan Kita di Sarajevo (1998), Sajak-Sajak Lengkap 1961-2001 (2001), Don Quixote (2011), Tujuh Puluh Puisi (2011), dan Fragmen, Sajak-Sajak Baru (2017).

GERIN RIO PRANATA

Leave A Reply

Your email address will not be published.